Dongeng Terindah
Biar ku dongengkan sebuah kisah cinta paling indah yang pernah ku punya.
Pernah ku mencintai sosok lelaki dengan begitu luar biasa. Semua yang ada pada dirinya ku kagumi, semua yang keluar dari mulutnya ku percayai, tatapan matanya begitu ku gilai, senyum manisnya tak pelak buatku hilang akal, segala tingkah lakunya lebih memabukkan dari minuman memabukkan yang pernah ada. Dia begitu sempurna bagiku, tak ada celah keburukan yang cukup untuk bisa membuatku membencinya atau mungkin sekadar tidak menyukainya.
Aku mengagumi dia, dengan amat sangat, dengan seluruh rasa yang ada pada diriku. Dengan segenap tarikan nafasku, dengan seluruh desiran darah yang mengalir dalam tubuhku. Aku mencintaimu, bisikku lirih dalam sunyi sepi yang menyelimuti. Aku begitu mencintainya sampai hilang segala cintaku pada semesta, aku hanya mencintainya sampai ku kehabisan kata untuk mewakilkan rasa cinta yang begitu dahsyat ini.
Jika bisa ku sumbang sesuatu paling berharga di semesta ini kepadanya, maka tak ada lain selain nyawaku yang bisa ku beri. Akan kurelakan hidupku yang tak begitu berguna ini untukmya, untuk bisa dia lukis seindah pesonanya, untuk bisa dia bahagiakan sebagaimana bahagiaku melihatnya.
Jelas sudah apa yang ku rasakan padanya, jelas sudah ku utarakan, jelas sudah ku tunjukkan begitu besar rasa yang ada dalam hati ini. Bila rasaku ini rasanya, maka barang pasti ia tak kuat menahan cepatnya degup jantung ini begitu ragaku dekat dengannya.
Sampai ku di penghujung hari, dimana segala keruntuhan yang kubawa tak tahu hendak ku bagi pada siapa. Tibalah dia yang ku cintai, menyentuh hatiku hingga buatku tak sanggup untuk lebih lama lagi membendung air mata yang banyak ini. Air mata yang ku tahan seumur hidupku, menunggu seseorang yang tepat untuk bisa kubagikan barang sedikit cerita hidup paling malang di semesta ini.
Dia memelukku, memberiku rasa aman yang belum pernah ku rasakan sebelumnya. Dia memberiku suntikan dopamine yang sampai detik ini bisa ku rasakan ketenangannya. Jika bisa ku lukiskan perasaan ku kala itu, maka abstrak lah rupanya. Tak pernah ku temui rasa tenang paling dahsyat dalam hidupku selain rasa tenang yang ada ketika aku dalam peluknya, ketika aku bebas membasahi lengan kuatnya dengan jutaan air mataku. Habis sudah ku keluarkan penatku, sampai lemah menggelayuti tubuhku saat itu.
Padanyalah ku tunjukkan seruntuh apa hidupku. Ku biarkan dia menyentuh masa kelamku, ku biarkan dia ketahui seluk beluk benakku, sampai hilang akal ku rasakan beban hidupku perlahan menguap ke awan.
Sejak saat itu, kita sepakat bahwa apa yang terjadi padaku, sudah semestinya kubagikan dengannya, sudah semestinya ku ceritakan padanya.
Sejak saat itu, aku adalah dia, dan dia adalah aku. Kita resmi mengemban sakit yang sama, kita resmi mengemban bahagia bersama. Sekali lagi ku katakan, aku adalah dia, dia adalah aku. Sungguh tak ada lagi yang lebih mengharukan di semesta ini selain menyatunya dua insan dalam rasa yang sama.
Comments
Post a Comment